Glorifikasi Malam Pertama, Perlukah?
Rita berkeluh kesah, raut wajahnya tidak secerah beberapa hari lalu ketika ia duduk di pelaminan dengan dandanan bak seorang putri, senyumnya merekah seperti bunga yang baru mekar menerima ucapan selamat berbahagia dan menempuh hidup baru.
Tapi, hari itu ia datang dengan muka masam, ada air mata yang terbendung ingin meledak. Ia menutup pintu kamar kemudian terisak-isak sendu bercerita dengan sabahatnya. “Aku udah gak suci Nis”. Ucapnya. Nisa hanya termenung dan sekali-kali menepuk bahu dan memberikan tisu kepada Rita.
Nisa tidak mengerti apa maksudnya, mengapa Rita merasa ia tidak suci, toh bukanya ia baru melewati malam pertama bersama suaminya. Bukankah “kesucian” itu telah ia persembahkan kepada suami yang padanya ia menyerahkan hidupnya.
“Suamiku kecewa, katanya aku tidak perawan, padahal sumpah aku gak pernah main dengan laki-laki lain”, dengan nada terbata Rita mengurai air mata.
“Kesat, Sempit, Berdarah”.
Itulah tiga kata yang diharapkan ketika sepasang pengantin baru saja menikah dan menikmati “Malam Pertama”. Oh tapi ini hanya berlaku untuk pengantin perempuan, yang katanya masih “tersegel” dan di unboxing itu berbeda, makanya banyak lelaki berburu perawan karena dianggap langka.
Lalu, bagaimana dengan laki-laki? Bagaimana kita mengetahui jika ia masih perjaka?. Loh ini tentu saja berbeda, perempuan yang telah tidur dengan laki-laki lain dianggap tidak berharga kalau laki-laki sih wow jadi barang yang dijaga karena terus teraasah. Alibinya.
Ingat, sejahat dan senakal-nakal laki-laki, ia akan tetap mencari “perempuan baik” untuk pendamping hidupnya, “Perawan, penurut, dan penyayang”.
Konsep keperawanan yang harus dieliminasi
Seorang teman berkata bahwa keperawanan itu adalah asset yang harus dijaga dan diserahkan pada suami kelak setelah menikah. Seorang temanku yang lain berkata bahwa ia bertahan menjalani hubungan lebih dari lima tahun lamanya dan tetap menjaga “kehormatanya” karena ia tidak mau menjadi dosa untuk orang tuanya yang telah tiada.
Dua hal ini sangat menarik, bagaimana perempuan melihat tubuhnya terutama diantara dua kakinya sebagai sebuah asset dan kehormatan. Lalu, apakah mereka salah dengan menjaga “perawan” mereka. Tentu saja tidak!
Kita tumbuh dalam budaya patriarki yang mengakar berabad-abad lamanya, tentu saja tidak mudah untuk kita bisa “melawan arus”, berpikir kritis ataupun menyampaikan pendapat yang tidak banyak dengan kaidah norma dalam masyarakat, dengan mudah stigma akan melekat dengan kita.
Menjadi perempuan bukan perkara mudah terutama di negeri ini, bahkan dengan semua privileged yang kita miliki tentu kita akan dibenturkan dengan berbagai macam stigma.
Coba perhatikan ini
Seorang laki-laki merokok akan dianggap biasa orang akan melabeli dengan “Macho, jantan, keren, gagah”
Lalu, apa yang terjadi jika perempuan yang merokok? Maka kamu akan sering mendengar “ Cewek nakal, cewek gak bener,”
WHY?
Karena di rokok tersebut dilekatkan “nilai”, tentu saja nilai yang baik akan berada pada laki-laki dan sebaliknya.
Begitupun dengan urusan “Konsep perawan”.
Jika seorang laki-laki seksual aktif dan dengan bangga telah “memperawani” banyak perempuan, orang akan menormalisasi, wajar cowok! Semakin di asah semakin bagus. Tapi, coba kalau perempuan. Duh dari ujung rambut sampe ujung jempol kaki seakan menjadi bahan hinaan yang tidak berhenti bahkan jika ia telah melanjutkan kehidupannya dengan berumah tangga ataupun memiliki keturunan.
Ternyata konsep keperawanan ini sangat patriakis sekali dan tentu saja merupakan konstruksi social. Beberapa instansi malah memberlakukan tes keperawanan karena dianggap bagaimana bisa ia menjaga kehormatan perusahaan jika ia tidak bisa menjaga kehormatanya. Dua konsep yang tidak masuk akal. Bagaimana kinerja seseorang dilihat dari selaput daranya, bahkan kehormatan perusahaan seakan menjadi tanggung jawab di antara dua paha.
Konsep keperawanan ini tidak hanya masalah robeknya selaput dara yang hingga saat ini masih misteri bagaimana bentuknya namun menjadi primadona di mana-mana, konsep keperawanan di sini adalah proses penetrasi antara penis dan vagina, tentu saja sangat heteronormative sekali. Bagaimana bisa penis bisa merusak harga diri, kehormatan perempuan hanya karena ia masuk ke vagina.
Lalu, apabila perempuan diperkosa ia harus menerima luka lebih dalam lagi karena harus dinikahkan dengan pelaku atas penyelematan nama baik keluarga. Ia dianggap tidak laku dan tidak ada yang mau menikah dengan perempuan yang telah robek selaput daranya. Ia mendapatkan stigma atas apa yang tidak dikendakinya dan belum lagi rentan terhadap KDRT kemudian suami yang sekaligus pelaku akan berkata dengan gampang “Kalau bukan aku yang mau jadi suamimu, tidak ada satupun laki-laki yang akan menikahimu”-
Beberapa praktek “Keperawanan” di berbagai negara
Di daerah Kaukaus mencakup Armenia, Azerbaijan, Georgia dan sebagian Rusia. Elmira seorang perempuan yang harus menikah demi membahagiakan Ibunya harus melewati malam pertama yang traumatis, bagaimana tidak saat malam pertama, keluarganya berada di ruangan sebelah kamarnya untuk “menguping”. Kehadiran mereka ini dianggap penting dan sebagai saksi adanya “bukti perpaduan cinta”. Mereka juga memastikan bahwa sang pengantin perempuan masih perawan.
Elmira ingat betapa ia sangat malu. “Saya bisa dengar berbagai suara di sebelah. Saya gemetar karena rasa sakit dan malu, lalu berpikir: inikah yang namanya pernikahan?”
Saudara jauh yang hadir di kamar sebelah menjalankan peran “engi”, seorang perempuan yang pergi ke rumah bersama pasangan yang baru menikah segera sesudah pernikahan, dan ikut duduk di ruangan di sebelah kamar tidur. Salah satu tugasnya adalah memberi konsultasi mengingat pengantin perempuan tidak punya pengalaman seks dan bisa lari dari kamar tidur meminta nasehat dari perempuan yang lebih tua. Satu lagi tanggung jawab engi adalah mengambil seprai yang dipakai di malam pengantin. (Dikutip pemberitaan BBC)
Di belahan negara lain, perempuan di Afghanistan diharapkan menjaga keperawanan sampai menikah. Keperawanan merupakan simbol kejujuran. Mereka yang terlibat dalam seks di luar nikah menghadapi ancaman penjara dipermalukan di depan umum atau menjadi korban dari yang disebut pembunuhan bermartabat atau pembunuhan agar keluarga tak malu.
Di Zimbabwe Suami akan memberikan seekor sapi kepada orang tua istri sebagai bentuk terimakasih karena telah menjaga dan melindungi keperawanan istrinya hingga mereka menikah.
Lain hal di India, Pengantin laki-laki diizinkan untuk membatalkan pernikahan jika istrinya tidak berhasil ‘membuktikan’ bahwa ia perawan, dan perempuan bersangkutan dipermalukan di depan umum dan bahkan dipukuli oleh anggota keluarga karena sudah ‘memalukan’ mereka.
Lantas bagaimana kita memaknai “keperawanan” ini.
Sekali lagi, keperawanan merupakan kontruksi social yang telah berkarat dan mandarah daging di kehidupan kita. Praktek-praktek berupa uji keperawanan bahkan menjadi sebuah praktek kekerasan yang traumatis.
Lalu, apakah kita melanggengkan Sex bebas? Ohhh tidak demikian.
Apapun yang bebas jelas bukan sesuatu yang bisa dipertanggung jawabkan bukan?. Jika kamu menjalani sebuah hubungan, tanyakan kembali apakah esensi kalian bersama hanya untuk melewati malam pertama, atau masuknya penis ke vagina? Ataukah kamu menyadari setiap orang memiliki jalanya masing-masing.
Berhubungan sex jelas bukan untuk mereka yang bahkan masih anak-anak ataupun orang dewasa yang belum bisa bertanggung jawab. Kok gitu?, ini pentingnya kita memahami Pendidikan seks dan reproduksi, kita diajak mengenal tubuh mengenal kebutuhan tubuh kita. Konsekuensi dari hubungan sex yang tidak bertanggung jawab bisa menimbulkan penyakit Infeksi Menular Seksual, Kehamilan, Aborsi, keguguran, bahkan trauma.
Jika ada dari kita memilih untuk premarital seks let it be, dan jika ada di antara kita tetap menjaga napsunya hingga menjadi pasangan sah di mata agama dan negara let it be…
Ah, aku teringat, akan sebuah novel berjudul “Jangan main-main dengan kelaminmu”.
Sumber :
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42903817
- https://aceh.tribunnews.com/2020/09/06/suami-tampar-istri-2-kali-saat-malam-pertama-syok-lihat-tanda-ini-di-perut-istrinya-saat-buka-baju
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40322980
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40081886
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40081886
- https://tirto.id/keperawanan-dalam-dunia-medis-cNcmhttps://tirto.id/pemerintah-diminta-usut-kasus-lelang-keperawanan-gadis-indonesia-dhMD
- https://tirto.id/keperjakaan-dan-keperawanan-generasi-milenial-bEYw
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-48637813
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah-48637813
- https://lifestyle.kompas.com/read/2009/08/07/11214085/beda.negara.beda.konsep.keperawanan