Ngidang-Ngobeng, “Liwetan” Khas Sumatera Selatan

“Nind, tahu nggak ada yang namanya tradisi makan-makan khas Palembang loh.” Temanku bertanya.
Aku mengerenyitkan dahi. Selama aku tinggal di Palembang, aku agak jarang mendengar mengenai tradisi makan-makan. Setahu aku Palembang terkenal dengan kota makan-makan aka kuliner bukan dengan tradisi makannya.
“Pasti bingung ya?”
Aku mengangguk.
“Nah sini aku kasih tahu. Namanya itu Ngidang.”
“Ngidang dari menghidangkan?”
“Iyap. Bener banget. Tradisi ini udah lama loh ternyata.”
Aku pun tidak menyangka ternyata ada tradisi khas Sumatera Selatan yang tidak aku tahu.

Makan Bersama Lewat Ngidang

Makan bersama dalam satu acara mungkin udah jadi hal yang biasa. Namun, makan dalam satu acara namun dalam suasana tradisional khas Sumatera Selatan? Ngidang namanya. Tradsi menjamu tamu dalam sebuah acara ini menjadi tradisi bagi masyarakat Palembang khususnya dan dipercaya telah ada sejak zaman kesultanan Palembang.
Ngidang adalah sebuah penyajian makanan yang dilakukan saat ada acara kendurian dengan menghadirkan makanan yang diletakkan secara lesehan di hadapan delapan orang di atas selembar kain. Jika di Jawa ada namanya Liwetan, ngidang-ngobeng senada dengan hal tersebut. Namun, makanan yang disajikan nggak hanya makanan biasa loh.

Aturan Ngidang Bukan Sembarang

Semua pasti ada aturannya. Apalagi menyangkut tradisi yang ada di masyaralat. Ngidang pun demikian. Meski terlihat sederhana, lumayan banyak peraturan yang harus dipatuhi loh.
Setiap hidangan hanya untuk 8 orang
Ya, delapan orang untuk satu hidangan dinilai cukup. Jika lebih dari itu maka diberikan tempat hidangan ngidang lainnya.

Peletakkan Nasi dan Lauk
Dalam tradisi ngidang, penting untuk mengetahui letak nasi dan lauk. Karena sifatnya yang komunal maka Nasi diletakkan di tengah dengan lauk yang mengelilinginya. Penataan makanan pun dilakukan berdampingan dengan pulur.

Lauk yang dihidangkan adalah makanan khas Palembang
Untuk menemani nasi yang biasanya adalah nasi minyak, maka lauk-lauk yang diberikan pun khas Palembang seperti malbi, ayam kecap, gulai anam. Selain itu, terdapat pulur yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran. Tak lupa pelengkap seperti sambal dan acar.

Sang Asisten
Berbeda dengan tradisi sejenis, di tradisi ngidang terdapat asisten mirip pelayan yang bertugas untuk memperhatikan kebutuhan para tamu. Karena para tamu makan ngidang dengan bersila, otomatis ruang geraknya menjadi terbatas.
Sang asisten yang biasa disebut Ngobeng ini akan langsung melayani apabila lauk pauk, nasi, bahkan minum yang habis. Ngobeng pun bertugas untuk membawa air cuci tangan sehingga para tamu akan lebih nyaman untuk berinteraksi dengan para tamu undangan.

Ngidang dalam Bermasyarakat
Seperti tradisi lainnya, Ngidang dan Ngobeng ini memiliki banyak manfaat apalagi di kehidupan bermasyarakat. Ngidang mengajarkan kita untuk menjalin silaturahmi dengan akrab mengobrol saat makan. Dengan begitu, tak ada sekat bagi sekelompok orang untuk makan bersama dalam satu acara.
Selain itu pula, Ngidang dan ngobeng mengajarkan untuk tidak berprilaku mubazir. Ada kalanya kita melihat banyak makanan yang tersaji jadi ingin mengambil semua namun dengan Ngidang, kita bisa memperhatikan cara kita mengambil makanan karena berdampingan dengan tamu lainnya.
Nilai gotong royong pun tercermin karena sebelum makan, bersama-sama harus menyajikan makanan di meja dan mengaturnya. Hal ini menjadi poin positif untuk menjalin komunikasi dan tanpa memandang status sosial. Semua duduk bersama memakan satu hidangan dalam tradisi ngidang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *